Wednesday, June 26, 2013

Wilayah (Kewalian) seorang Ibu dan Ghawts ul-A’zham

Wilayah (Kewalian) seorang Ibu dan Ghawts ul-A’zham


Shaykh Zakaria Bagharib (q.s.)

Cerita ini dikisahkan oleh almarhum Syaikh Zakariya bin ‘Umar Bagharib Singapore (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), yang adalah putra dari Syaikh ‘Umar bin Abdullah Bagharib (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), seorang mursyid Tariqah Qadiriyah di Singapore.


Syaikh Zakariya Bagharib pernah bercerita bahwa suatu saat di masa hidup Ghawtsul A’zham Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailaniy1) (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), sang Sulthanul Awliya’ tengah berada di lingkungan Masjidil Haram. Saat berada di sana, beliau (Syaikh ‘Abdul Qadir) merasa takjub ketika melihat seorang wanita yang tengah melakukan thawafmengelilingi Ka’bah dengan hanya satu kakinya. Melalui firasat beliau, fahamlah Syaikh ‘Abdul Qadir bahwa wanita tersebut bukanlah wanita biasa, melainkan pastilah seorang Wali.

Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailaniy pun mencoba mencari tahu level atau maqam atau kedudukan sang Wanita Waliyyah tersebut. Beliau pun mencoba ke level 1 (Wali ‘rendahan’), tak dijumpainya ruuhaniyyah wanita itu. Ke level 2, tak ada. Level 3, 4, … tak ada pula. Hingga sampai mendekati maqam Ghawtsiyyah beliau sendiri, tak juga ada. Akhirnya, menyerah juga, dan memohonlah beliau ke Hadirat Allah SWT yang kira-kira secara bebas
dapat dibahasakan sebagai berikut, “Yaa Allah, siapakah wanita ini yang tak dapat kulihat maqam wilayahnya?” (Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Jailani terkenal dengan ucapannya ‘Kakiku berada di leher para Awliya”’)
“Yaa, ‘Abdal Qadir, ikutilah wanita itu bila engkau ingin mengetahui maqam wilayahnya”

Sang Ghawts pun membuntuti wanita tersebut, hingga akhirnya beliau mengetahui bahwa ternyata, wanita tersebut sebenarnya tidaklah buntung kaki yang satu. Yang terjadi adalah, wanita tersebut sebenarnya tengah menyusui anaknya. Anaknya yang kekenyangan tertidur di pangkuan kakinya. Dan dengan karamahnya sang Waliyyah ini ‘memutus’ sementara satu kaki agar anaknya tak terbangun, sementar ia pun menuju Masjidil Haram untuk berthawaf dengan hanya satu kaki. Dan ketika kembali ke anaknya yang masih terlelap dalam tidur, ia pun menyambungkan kembali kaki tadi.


Subhanallah. Itulah wilayah seorang wanita yang dicapai melalui kasih sayang keibuannya. Mawlana Syaikh Muhammad Nazim ‘Adil Al-Haqqani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih) pun sering menyebutkan betapa dekat seorang wanita dengan darajah Wali… lewat keibuan (motherhood). Sayangnya, banyak wanita di zaman ini, termasuk dari kalangan Muslimah meninggalkan keibuan/motherhooddan menganggapnya sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman.

Dan sungguh ternyata kita tidak pernah tahu berapa dan betapa banyak hamba-hamba Allah (rijaalallah wa ‘ibaadallah) yang Ia SWT sembunyikan dalam kubah wilayah-Nya.


Catatan kaki:
Menurut almarhum Mawlana Syaikh Husayn ‘Ali ar-Rabbani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani memegang maqam Ghawtsiyyah selama 3 tahun. Sebelum beliau adalah Mawlana Syaikh Yusuf Al-Hammadaniy (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih), dan setelah beliau adalah Mawlana Syaikh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujdawani (qaddasAllahu sirrahu wa nafa’anaa bibarakaatih). Maqam Ghawtsiyyah adalam maqam tertinggi wilayah, sebagai representasi Rasulullah Muhammad sallallahu ‘alayhi wasallam.

Manfaat Memberi Nama Anak dengan Nama Para Sahabat


Manfaat Memberi Nama Anak dengan Nama Para Sahabat
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani
31 Maret 2013   New Jersey




 Allah (swt) memberi keistimewaan-keistimewaan kepada para Sahabat Nabi (saw) dan tidak setiap orang bisa menjadi Sahabat.  Mereka semua bagaikan bintang yang dapat membimbing kalian ke jalan yan benar.  Saya melihat pada (murid ini) lalu sebuah isyarat dari Mawlana Syekh Nazim (q) muncul, mengisyaratkan tentang firman Allah di dalam kitab suci al-Qur’an:

قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى

Qul laa as'alukum `alayhi ajran illa al-mawaddata fi 'l-qurbah.
Katakanlah (wahai Muhammad), "Aku tidak meminta imbalan apapun pada kalian kecuali cinta bagi keluargaku."
(Surat asy-Syura, 42:23)

Itu artinya, “Pastikan bahwa mereka bahagia di Yawmil Hisab tanpa batasan,” karena kita ketahui beberapa cendikiawan mengatakan bahwa itu hanya merujuk pada Ahlu ‘l-Abaa, yang terdekat saja dengan Nabi (saw), yaitu Sayyidina `Ali (ra) , Sayyida Fatima az-Zahra (ra), Sayyidina al-Hassan (ra) dan Sayyidina al-Husayn (ra), dan tentu saja Sayyida Khadijatu ‘l-Kubra (ra).

Namun demikian, hal itu merujuk pada semua ahlulbaitnya, yaitu mereka yang terhubung dengannya.  Keempat khalifah semuanya terhubung dengan beliau (saw): Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (ra) terhubung karena pernikahan Nabi (saw) dengan Sayyida `Aisya (ra), Sayyidina `Umar (ra) karena pernikahan putrinya, yaitu Sayyida Hafsa (ra), Sayyidina `Utsman (ra) menikah dengan dua putri Nabi (saw), yaitu Sayyida Umm-Kultsum (ra) dan Sayyida Ruqayya (ra), dan Sayyidina `Ali (ra) menikah dengan Sayyida Fatima (as).

SubhaanAllah, tanda yang berasal dari Mawlana adalah sebuah hadits:

أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم
 
Ash-haabii ka 'n-nujuum bi ayyihim aqtadaytum ahtadaytum.
Sahabat-Sahabatku bagaikan bintang-gemintang (dalam gelapnya malam); siapapun yang kalian ikuti, kalian akan mendapat petunjuk. (`Abd ibn Humayd, ad-Daraqutnii, ibn `Adiyy, ibn `Abd al-Barr, dengan sanad yang tidak sahih namun maknanya sahih.)

Lebih jauh lagi, Mawlana Syaikh Nazim qs mengatakan, “Jika engkau hanya mengambil satu hadits lalu kau ikuti, kau akan mendapat petunjuk,” dan beliau menambahkan pada makna, “Nabi (saw) membuka lebar-lebar agar orang-orang bisa masuk, sebagaimana sabda Nabi (saw), “Jika engkau mengikuti salah satu dari Sahabatku, kau akan mendapat petunjuk.’ Dan itu bisa saja bila kalian hanya membaca satu hadits lalu mengikutinya, dan kalian akan mendapat petunjuk, tetapi lebih dari itu, “Jika seseorang membawa nama salah satu Sahaabi, maka Sahaabi tadi akan bertanggung jawab bagi orang itu, yang membawa namanya hingga Hari Kiamat.’”

Misalnya, jika nama kalian adalah `Umar, yang karena kecintaan (orang tua kalian) terhadap Sayyidina `Umar (ra), kalian diberi nama itu, maka kalian akan membawa karakteristik dari Sayyidina `Umar (ra).  Jika kalian dipanggil dengan nama “Abu Bakr,” kalian akan membawa karakteristik dari Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (ra).  Jika kalian dipanggil dengan nama “`Utsman,” kalian akan membawa karakteristik dari Sayyidina `Utsman (ra), dan jika kalian mempunyai nama “`Ali” maka kalian akan membawa karakteristik bukan hanya dari Sayyidina `Ali (ra), tetapi juga dari semua Ahlu ‘l-Bayt, karena beliau adalah bagian dari lima orang yang berada di bawah abaa Nabi (saw)!

Sahaabi itu akan membawa kalian ke hadirat Nabi (saw) pada Hari Kiamat.  Jadi (orang ini) akan membawa karakteristik dari Sayyidina `Ali (ra) dan ia terlihat seperti beliau dan merepresentasikan beliau.  Seseorang bisa mempunyai nama yang mirip dengan nama `Umar dan membawa karakteristik itu dan hal yang sama juga berlaku bagi nama `Utsmaan dan Abu Bakr.

Itu adalah nasihat bagi orang-orang untuk memberi nama anak-anaknya (dengan nama para Sahabat).  Tetapi orang-orang berkata, “Oh, kita tinggal di negeri barat, jadi kita perlu nama ala barat,” dengan begitu kalian akan kehilangan penampilan fisik dari Sahaabi atau Sahaabiya, meskipun hubungan jangka panjang dengan Sahaabi atau Saahabiya masih tetap ada karena itu tidak tergantung pada nama yang kalian berikan, tetapi itu tergantung pada nama di Hadirat Allah (swt).  Jadi nama asli, khususnya untuk umat Nabi (saw), semuanya berada di bawah nama Sahabat.  Setiap anak yang baru dilahirkan akan dipanggil dengan nama seorang Sahaabi, meskipun orang tuanya mungkin memberikan nama yang lain, tetapi koneksinya tetap ada, itu tidak berubah.

Semoga Allah (swt) memberi kita berkah dari Sahaabata ‘n-Nabi (saw) dan membusanai kita dengannya!  Kalian tidak tahu kapan manfaat akan datang dalam majelis semacam itu dan itulah sebabnya pertemuan semacam itu akan mengangkat diri kalian, membuat kalian lebih bahagia, dan membukakan rahasia-rahasia melalui kalbu kalian.  Allah (swt) memberi jalan keluar bagi setiap hamba-Nya.  Lihatlah pada apa yang beliau (saw) katakan di dalam sebuah hadits:

اضنوا شياطينكم بقول لا اله الا الله محمد رسول الله فان الشيطان يضني بها كما يضني أحدكم بعيره بكثرة ركوبة وشيل أحماله عليه

adhnuu syayaathiinakum bi qawli la ilaha ill ‘Llah Muhammad rasuulullah fa inna ’sy-syayaathiin yadhna bihaa kamaa yadhnaa ahadakum ba`iirihi bi-katsrati rakuubati wa syayla ahmaalahu `alayh.

Buatlah Setan kalian lelah dengan mengucapkan, “Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah.”

Bagaimana kalian dapat membuatnya lelah?  Ketika kalian mengucapkan, “Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah,” Setan harus membawa semua dosa yang kalian perbuat.  Jadi ucapkanlah terus, “Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah,” dan buatlah Setan kalian menjadi lelah!

Pada zaman dahulu, orang-orang sering mengganti hewan tunggangan mereka atau hewan yang mereka gunakan untuk mengangkut barang-barang karena hewan-hewan itu kelelahan; sama halnya dengan Setan, ia akan merasa lelah dengan menanggung semua dosa kalian ketika kalian mengucapkan, “Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah.”

Itulah isyarat yang diberikan oleh Nabi (saw) kepada kita, “Aku tahu kalian  akan melakukan dosa setiap saat, tetapi ambil dosa-dosa kalian dan berikan kepada Setan untuk membawanya, dengan mengucapkan, ‘Laa ilaaha illa-Llah Muhammadun Rasuulullah,’ hingga pada suatu saat ia akan menyerah dan mengatakan, “Kami menyerah dengan orang ini.”  Itu sudah cukup.

Wa min Allahi 't-tawfiiq, bi hurmati 'l-habiib, bi hurmati 'l-Fatihah.


http://www.sufilive.com/My_Companions_are_Like_the_Stars-4943.html

© Hak cipta 2013 oleh Sufilive.  Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Transkrip ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta internasional.  Mohon menyebutkan Sufilive ketika membagi transkrip ini. JazakAllahu khayr.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...