Pentingnya Hari `Arafat dan Puasa `Arafat
Mawlana Syekh Hisyam Kabbani (q)
Burton, Michigan, 11 Oktober 2013
Bismillahir Rahmaanir Rahim
Alhamdulillah
Allah telah menjadikan kita sebagai Umat Sayyidina Muhammad (s) dan
mencerahkan kita dengan cahaya Kekasih-Nya dan cahay kitab suci
al-Qur’an. Dan Dia membuat kita sebagai pengikut Nabi (saw). Allah
(swt) berfirman di dalam kitab suci al-Qur’an, “Jika engkau sungguh
mencintai Allah, ikutilah Muhammad (saw).” Dan Nabi (saw) membawa kita
ke dalam Islam, Risalah Allah (swt) di mana Dia berfirman, “inna ad-diina `indallahi al-Islam.”
Dalam
beberapa hari lagi kita akan menjumpai Eid al-Adha dan Nabi (saw)
ketika melakukan haji terakhir, itu adalah pada tahun terakhir hidupnya;
di mana Allah menurunkan ayat: alyawm akmaltu diinakum wa atmamtu `alaykum ni`amatii wa radhiitu lakum al-Islama diina. “Pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepadamu dan telah Kuridai Islam menjadi agama bagimu.” [5:3]. Para
Sahabat sangat bahagia, karena Allah menyatakan bahwa Dia telah
menerima Islam sebagai agama bagi mereka. Dan Allah mengatakan bahwa
Dia telah mencukupkan nikmat-Nya, bukannya “Aku akan menyempurna kan”
tetapi “Aku telah menyempurnakan nya.”
Melalui
ayat itu Allah telah menyempurnakan Islam dan menjadikannya sebagai
bulan purnama, tidak lebih dan tidak kurang. Oleh sebab itu jangan
terima orang yang datang dan mengatakan kepada kalian bahwa kita harus
mereformasi Islam atau membuat Islam ala Barat, atau ala Amerika. Islam
adalah agama yang sempurna dan telah diterima oleh Allah. Islam adalah
agama Allah, ia sudah sempurna, selesai! Jadi
Sahabat sangat bahagia, jika kalian menjadi Sahabat Nabi (saw), kalian
akan bahagia, ha? Semoga Allah menjadikan kita bersama mereka.
[Amiin] Kita tidak bisa menjadi Sahabat, mereka adalah orang-orang yang
telah terpilih oleh Allah untuk menjadi Sahabat Nabi (saw). Tetapi
mereka adalah guru-guru kita, kita belajar dari mereka, kita berharap
agar kita dapat bersama mereka di Surga, bersama Nabi (saw).
Sahabat
sangat gembira, kecuali seorang, ia menangis. Sahabat yang lain
bertanya-tanya, mengapa ia menangis. Para Sahabat bertanya-tanya,
“Masya-Allah kita memasuki Mekah, kita memasuki Ka’bah, kita telah
menghancurkan berhala-berhala, dan kita pergi ke Arafat untuk melakukan
manasik al-hajj, mengapa ia merasa sedih?” Mereka mendatanginya dan
tentu saja kita ingin tahu, siapa orang itu. Ia adalah Sayyidina Abu
Bakr ash-Shiddiq (r).
Ia berkata, “Ma ba`d al-kamaali illa an-nuqsaan,
setelah kesempurnaan hanya ada penurunan. Dengan Nabi (s) memasuki
Mekah dan Allah menurunkan ayat itu, artinya risalah itu telah selesai.
Artinya ia mengatahui dalam hatinya bahwa Nabi (saw) akan meninggalkan
dunia ini, sehingga ia menangis. Dan setelah itu Nabi (saw) hanya hidup
selama 80 hari. Setelah ayat itu turun,
hanya ia yang menangis, karena ia mengerti, karena ia adalah Sahabat
yang terdekat dengan Nabi (saw). Ia tahu bahwa Jibril (as) akan
berhenti datang, risalah telah selesai dan setelah itu Nabi (saw) hidup
hanya 80 hari.
Sayyidina
Abu Hurayrah (ra) berkata, “Untuk membuat kita bahagia, karena Nabi
(saw) ingin membuat kita bahagia, beliau (saw) mengatakan kepada
Sahabatnya—memberi kita kabar gembira, ‘Kalian ingin bersamaku di
`Arafat?—Sabda Nabi (saw) bukan hanya untuk Sahabat, tetapi untuk setiap
orang di seluruh dunia—‘Berpuasalah pada hari itu.’ ‘Jika kalian tidak
dapat melakukan ibadah Haji, maka berpuasalah pada hari `Arafat.
Man shawma yawma `Arafa ghafar Allahu maa taqadama min dzanbihi “
Barang siapa yang berpuasa di hari Arafat, Allah (swt) akan mengampuni dosa-dosanya.”
Jadi,
Nabi (s) memberi kita kabar gembira. Kalian tidak bisa pergi ke
`Arafat, tidak apa-apa, berpuasalah pada hari itu. Allah akan
mengampuni dosa-dosamu. Itulah sebabnya, “al-Hajju `Arafat"
Haji adalah `Arafat. Jika kalian tidak pergi ke `Arafat, haji kalian
tidak sempurna, bukannya tidak sempurna, tetapi hajinya tidak sah,
batal. Jadi yang paling penting adalah untuk berdiri di lembah itu
sebagaimana Nabi (saw) berdiri dan Allah (swt) menurunkan Rahmat-Nya
kepada mereka.
Bahkan jika kalian berada di sini, jika kalian berpuasa dan merayakan Ied itu, kalian akan mendapatkan Rahmat itu. Allah
tidak kikir seperti kita. Kita ini kikir. Kita ini serakah. Serakah
di dalam Islam adalah baik, untuk minta lebih banyak rahmat, itu adalah
baik. Meminta Rahmat dari Allah, serakah dalam memohon Rahmat Allah,
Allah akan memberi kalian. Jangan menjadi kikir. Jadi Nabi (saw) meminta, meminta, meminta demi kemaslahatan umat. Dan al-`Abbas (r) da` li ummatii laylat al-`Arafa.
Nabi (saw) berdoa untuk umatnya pada malam `Arafat, bukan pada hari
`Arafat—di dalam hadits itu, tentu saja pada hari `Arafat Nabi (saw)
juga banyak berdoa. Tetapi pada malam sebelum hari `Arafat, beliau
(saw) berdoa kepada Allah untuk umatnya.
Karena
Nabi (saw), yang diinginkannya, yang dipikirkannya adalah umatnya.
Selesai. Kalian termasuk umatnya? Selesai, kalian selamat. Barang
siapa yang mengucapkan “La ilaha illaAllah” ia akan masuk Surga. Tetapi
tentu saja, “La ilaha ill Allah Muhammadur Rasuulullah (saw).” Lihatlah betapa mudahnya. Kami
tidak mengatakan bahwa kalian tidak perlu melakukan kewajiban kalian,
tetapi Allah (swt) ingin mengatakan kepada kita bahwa mengucapkan “La
ilaha illAllah” adalah Maqam at-Tawhiid. Tidak ada sang pencipta,
kecuali Allah (swt). Mereka katakan, “Tidak ada tuhan, selain
Allah.”—di dalam terjemahannya. Tidak ada sang pencipta, kecuali
Allah. Jadi beliau (saw) berdoa, “Yaa
Rabbii…” Apapun yang Allah bukakan ke dalam kalbu Nabi (saw), beliau
memintanya. Allah (swt) menjawab doa Nabi (saw), “Aku telah mengampuni
mereka.” Mereka semua, kecuali satu orang, yang mempunyai akhlak yang
buruk, yang lainnya diampuni.
“Ya Habibi,
ya Muhammad (saw), Aku ampuni mereka untukmu.” “Syafaatku adalah untuk
para pendosa besar di antara umatku.” (Sabda Nabi (saw)). Allah (swt)
akan memberikan syafaat kepada Nabi (saw) di Hari Kiamat, dunya dan
akhirat. Untuk memberikan syafaat, atas perintah Allah. Tidak ada yang
dapat mengatakan hal itu syirik, karena Allah memberikannya kepadanya.
Dia berfirman bahwa, “Aku menerima mereka semua, kecuali orang yang
zalim.” Dia berfirman, “Orang yang zalim, tidak termasuk,
bahkan jika ia seorang Muslim.” “Orang yang zalim, Aku tidak akan
mengampuninya.” Karena apapun dosa yang diperbuat manusia kepada-Ku,
Aku dapat mengampuninya, tetapi bagi orang-orang yang zalim, di sana
ada hak bagi orang lain.
Orang yang
menzalimi dan orang yang dizalimi. “Bagaimana Aku akan mengampuni orang
yang berbuat zalim, sementara orang yang dizalimi berkata, ‘Yaa
Rabbii, apa ini?’” “Aku menuntut hakku dari orang itu.” Jadi
apa jawaban Allah kepada Nabi (saw), “kecuali orang-orang yang berbuat
zalim, Aku tidak akan mengampuninya.” “Pertama Aku ingin mengambil hak
orang yang dizalimi dari orang yang telah berbuat zalim.” Nabi (saw)
menjawab, “Yaa Rabb, Engkau adalah Yang Maha Penyayang, Engkau Yang Maha
Pemurah. Kau dapat memberi orang-orang yang dizalimi dari
Surga-Surga-Mu. Berikan dia sebanyak-banyaknya sesuai dengan yang Kau
inginkan. Kau adalah Yang Maha Pemurah, sementara dia adalah orang yang
dizalimi.
Apa yang akan diberikan oleh
orang yang berbuat zalim ini? Tidak ada. Sejak awal, jika Engkau
memberikan kepadanya di dunia, ia tidak akan menzaliminya. Jadi apa
yang akan dia berikan? Tidak ada, jadi Yaa Rabbi, berikan orang yang
dizalimi dari Surga-Surga-Mu.” “Dan Engkau
dapat mengampuni orang yang berbuat zalim. Berikan orang yang dizalimi
dari Surga-Surga-Mu dan ampuni orang yang berbuat zalim.”Allah tidak
menjawab. Jawabannya tidak muncul. Dia tidak menjawabnya. Doa itu di
malam `Arafat. Allah meninggalkannya, tidak ada jawaban. (Keesokan
harinya) `Arafat tiba, mereka pergi ke `Arafat hingga sore.
Lalu
setelah `Arafat, ke mana mereka harus pergi? Muzdalifa. Mereka pergi
ke Muzdalifa dan mereka tinggal semalam dan setelah Fajar, ke mana
mereka harus pergi? Ke Mina. Orang-orang yang telah pergi haji, kalian
pasti mengingatnya. Jadi apa yang
terjadi? Pagi itu Nabi (saw) mengulangi lagi doanya. Dan Allah
mengabulkan doanya, yaitu untuk memberikan orang yang dizalimi dari
Surga-Nya dan mengampuni orang yang berbuat zalim. Nabi (saw) sangat
bahagia, beliau (saw) tersenyum, tertawa di hadapan Sahabat.
Sayyidina
Abu Bakr (ra) dan Sayyidina `Umar (ra) tahu pasti ada sesuatu. Jadi
mereka bertanya kepadanya, “Yaa Rasuulallah (saw), mengapa engkau
tertawa, mengapa engkau tersenyum?” Ketika Iblis tahu bahwa Allah (swt)
mengabulkan doa Rasulullah (saw), dan mengampuni orang yang berbuat
zalim, dan memberi orang yang dizalimi dari Surga-Nya, Iblis menjadi
gila, dia mengambil pasir, mengambil debu dan mengambil tanah lalu
melemparkannya ke wajahnya sendiri. “Aku tertawa melihat Iblis gemetar,
dan merasa takut, mengomel, melakukan sesuatu yang tidak semestinya,
lalu ia pergi. Itulah yang membuatku tertawa.”
Jadi, kalian lihat betapa pentingnya `Arafat. Betapa pentingya ini semua, dari `Arafat,
Muzdalifa, Mina dan Mekah, semuanya penting dalam kehidupan umat
Muslim. Karena doa Nabi (saw) di `Arafat dan Muzdalifa, Allah telah
mengampuni semua orang dari ummatun Nabi (saw). Dan Nabi (saw)
menganjurkan pentingnya melakukan puasa `Arafat.Sekarang, kita tahu
bahwa bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampuni dosa-dosanya
sebelumnya. Tetapi hari yang mana kita harus berpuasa? Karena jika
kita melihat pada umat Muslim, kalian melihat mereka terpecah,
terbagi-bagi.
Para hujjaj, orang yang pergi
haji, berdiri di `Arafat, tetapi ada juga orang di beberapa negeri yang
melihat Ied jatuh pada keesokan harinya, atau `Arafat jatuh pada
keesokan harinya. Tetapi pada kasus
manapun, saya ingin mengatakan, bahkan jika mereka terbagi-bagi, secara
umum mereka mengatakan bahwa `Arafat jatuh pada hari Senin, Ied pada
hari Selasa; ada juga yang mengatakan bahwa `Arafat pada hari Selasa dan
Ied pada hari Rabu menurut negeri mereka, menurut bulan, menurut apa
yang menurut mereka benar, apapun itu, puasa kalian adalah berdasarkan
niat. Niatnya adalah berdasarkan apa yang kalian yakini. Jadi ada dua
pendapat, satu yang mengatakan `Arafat pada hari Senin, satu lagi pada
hari Selasa.
Kalian tidak boleh berpuasa
pada hari Selasa, karena itu adalah Ied; tetapi bagi mereka yang Iednya
hari Rabu, mereka dapat berpuasa pada hari Selasa. Jadi,
kalian melakukannya berdasarkan niat kalian dan menurut apa yang kalian
benar, Allah (swt) akan memberi pahala karena puasa itu niatnya adalah
untuk `Arafat. Bahkan mungkin `Arafat bukan jatuh pada hari Senin atau
Selasa. Mungkin bagi Allah (swt) jatuh pada hari yang lain. Kita
berpuasa karena `Arafat, kita bukan puasa karena harinya (Senin atau
Selasa). Karena terlalu banyak pendapat pada hari apa jatuhnya
`Arafat. Tetapi apapun itu, bagi mereka
yang ingin berpuasa menurut (ketetapan waktu di) negerinya atau bagi
yang ingin berpuasa menurut waktu para hujjaj di `Arafat dan Ied di
Muzdalifah dan Mina. Semoga Allah (swt) memberi kita berkah dari hari `Arafat.
Beberapa
orang mungkin bertanya, mengapa ia disebut `Arafat? `Arafat dalam
bahasa Arab merupakan kata kerja yang artinya “untuk mengatahui”. Dari
kata kerja itu diturunkanlah kata `Arafat, sebuah tempat di mana Allah
(swt) memberitahu Sayyidina Ibrahim (as) untuk menyembelih Sayyidina
Ismail (as). Jadi itu seperti itu. Kisah mengenai Sayyidina Ibrahim
(as) dan Sayyidina Ismail (as) insya Allah akan disampaikan pada hari
Ied. Allah memerintahkan untuk berpuasa
`Arafat, dan pada hari itu Allah memberi dengan Kemurahan-Nya kepada
empat Anbiya apa yang mereka inginkan. Dia memberi pengampunan kepada
Adam (as) pada hari `Arafat, dan Dia menjadikan Sayyidina Musa (as)
sebagai Kalimullah pada hari `Arafat dan Allah memberi kepada Sayyidina
Muhammad (as) kesempurnaan agama Islam bagi seluruh umat.
Dan untuk Sayyidina Ibrahim (as), Dia menggantikan Sayyidina Ismail (as) dengan seekor domba untuk dikurbankan. Semoga
Allah (swt) mengampuni kita dan memberkati kita pada hari itu, yang
jatuh pada hari Senin, dan orang-orang yang dapat berpuasa, dianjurkan
untuk berpuasa, hari itu tidak terlalu panjang (di Amerika), pukul 19.00
sudah Maghrib. Semoga Allah mengampuni kita Aquulu qawli hadza…
Wa min Allah at Tawfeeq