Tuesday, August 7, 2012

Semerbak Mewangi di Celah Persembunyian Nabi

Ziarah Madinah
Semerbak Mewangi di Celah Persembunyian Nabi

Bila jamaah Indonesia berziarah ke tempat pertempuran Perang Uhud, umumnya hanya mengunjungi dua lokasi: areal makam para Syuhada Uhud dan Bukit Rumat. Dua tempat itu bersebelahan. Di sana terdapat kuburan Sayyidina Hamzah, paman Nabi, yang gugur dalam perang tersebut, dan digelari Sayyidus Syuhada (pemimpin para syuhada).

Bukit Rumat adalah tempat penting, karena di sanalah 50 pasukan pemanah Islam bersiaga membantu serangan, sehingga pasukan Islam menang pada tahap awal. Tapi dari sana pula kunci kekalahan pasukan Islam pada tahap kedua, ketika para pemanah itu tergoda turun gunung, berburu serakan harta rampasan perang, yang sengaja ditinggalkan pasukan kafir, dan karena itulah, pasukan Islam kemudian dikalahkan oleh serangan balik pasukan pimpinan Khalid bin Walid.

Ada satu tempat penting lagi yang tak banyak dikunjungi jamaah Indonesia, tapi justra sering disambangi jamaah negara lain, yakni rekahan batu, yang membentuk sejenis gua kecil, di salah satu sisi Gunung Uhud, yang dijadikan tempat persembunyian Nabi Muhammad setelah mundur dari areal peperangan Uhud. Beberapa jamaah asal Iran, Sudan, Pakistan, India, dan Palestina, Rabu siang (20/12/06) ini tampak mengunjungi tempat tersebut.

Bila areal peperangan terletak di lembah Uhud, yang terletak di antara Gunung Uhud (utara) dan Jabal Rumat (selatan), maka celah itu terletak 300-an meter dari areal perang, ke arah utara, mendaki salah satu punggung Gunung. Posisinya di balik deretan rumah pemukiman penduduk.

Jamaah yang hendak masuk celah itu harus mendaki setinggi 25 meter. Sebaiknya tak pakai sepatu atau sandal yang licin, karena bisa terpeleset. Pintu celah itu hanya selebar 50 cm, setinggi 2 meteran. Panjang gua itu hanya 2 meteran. Kapasitasnya hanya bisa dimasuki 3 – 4 orang. Di mulut celah itu terdapat pagar batu yang melingkari halaman gua, cocok buat tempat duduk mereka yang mau beristirahat melepas lelah.

Di sekitar celah itu banyak berkeliaran kambing. Akibatnya, banyak ceceran kotoran kambing. Di pintu celah, tebaran kotoran kambing lebih banyak lagi, seperti sengaja ditaruh, yamg membuat orang segan masuk. Semua tahu, orang Saudi kurang suka pada kunjungan ke tempat-tempat macam ini, karena ditakutkan mendatangkan kemusyrikan. “Ada yang cerita, pernah juga ditaruh kotoran manusia di pintu gua ini,” kata seorang mukimin.

Saat Gatra mengunjungi tempat bersejarah itu, tiga jamaah asal Sudan baru keluar dari celah. “Saya di dalam memperbanyak baca shalawat Nabi, sampai seratus kali. Saya terharu pada perjuangan beliau,” ujar salah seorang jamaah Sudah itu, dengan mimik sedih. “Saya juga mengusap-usapkan kaus tangan dan topi saya ke dinding gua.” Entah maksudnya apa.

Sementara lima jamaah asal Iran menunjukkan aksi lain. Mereka membawa martil, lalu memukul-mukulkan martil ke diding batu. Rupanya, mereka mengambil bongkahan batu buat kenang-kenangan. Ketika salah satu bongkahan kecil batu itu diberikan ke Gatra, tercium semerbak wangi dari batu itu. “Ini bukan karena diberi minyak wangi, ini bekas wewangian yang dipakai Nabi,” ujar jamaah asal Iran itu dengan yakin. “Peninggalan perjuangan Nabi ini harus membekas dalam jiwa kita,” ia menambahkan dengan mata sedikit berkaca-kaca.

Lalu masuk lagi rombongan asal Pakistan dan India. Pimpinan rombongan itu, Ahmad, punya versi sendiri tentang celah itu. “Ketika Nabi bersembunyi ke tempat ini, semula gua ini tak ada. Lalu batu ini tiba-tiba membelah, membentuk gua kecil, mempersilakan Nabi bersembunyi,” katanya. Dari mana rujukan cerita itu? “Banyak buku sejarah yang menjelaskan,” katanya.

Gatra lalu masuk gua itu bersama Ahmad. Di dalam gua, memang terdapat bagian batu, bila dicium, baunya wangi. “Ini sisa wangi parfum Nabi. Bayangkan, sudah 1.400 tahun, baunya masih terasa,” katanya. Dia mengaku sudah tiga kali ke gua ini. Dengan berkunjung ke sini, ia bisa merasakan betul betapa berat perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam.

Bila para tamu dari berbagai negara itu amat menghayati makna kesejarahan gua ini, sikap berbeda ditunjukkan sopir yang mengantarkan jamaah asal Iran. Ia orang Saudi, dan menunjukkan pandangan khas Saudi. Yakni tidak begitu menghargai petilasan sejarah, sebagai cerminan kehati-hatian berlebihan akan kultus dan syirik.

“Tak seorang pun tahu, apakah betul ini tempat Nabi bersembunyi,” katanya di depan mulut gua kepada Gatra sambil geleng-geleng kepala. “Wallahu A’lam, hanya Allah yang tahu. Saya nggak ngerti, kenapa orang-orang harus repot-repot naik ke sini. Petilasan Uhud yang jelas adalah makam syuhada Uhud, itu saja, selesai.” Ia terus nyerocos menjelaskan pandangannya, sambil terus geleng-geleng kepala melihat orang-orang Iran yang asik tak tok tak tok .. Memukul-mukul dinding gua. [ASK]
Madinah, 21 Desember 2006 

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...