Ziarah Madinah
Semerbak Mewangi di Celah Persembunyian Nabi
Bila
jamaah Indonesia berziarah ke tempat pertempuran Perang Uhud, umumnya
hanya mengunjungi dua lokasi: areal makam para Syuhada Uhud dan Bukit
Rumat. Dua tempat itu bersebelahan. Di sana terdapat kuburan Sayyidina
Hamzah, paman Nabi, yang gugur dalam perang tersebut, dan digelari
Sayyidus Syuhada (pemimpin para syuhada).
Bukit Rumat adalah tempat penting, karena di sanalah 50 pasukan pemanah
Islam bersiaga membantu serangan, sehingga pasukan Islam menang pada
tahap awal. Tapi dari sana pula kunci kekalahan pasukan Islam pada tahap
kedua, ketika para pemanah itu tergoda turun gunung, berburu serakan
harta rampasan perang, yang sengaja ditinggalkan pasukan kafir, dan
karena itulah, pasukan Islam kemudian dikalahkan oleh serangan balik
pasukan pimpinan Khalid bin Walid.
Ada satu tempat penting lagi yang tak banyak dikunjungi jamaah
Indonesia, tapi justra sering disambangi jamaah negara lain, yakni
rekahan batu, yang membentuk sejenis gua kecil, di salah satu sisi
Gunung Uhud, yang dijadikan tempat persembunyian Nabi Muhammad setelah
mundur dari areal peperangan Uhud. Beberapa jamaah asal Iran, Sudan,
Pakistan, India, dan Palestina, Rabu siang (20/12/06) ini tampak
mengunjungi tempat tersebut.
Bila areal peperangan terletak di lembah Uhud, yang terletak di antara
Gunung Uhud (utara) dan Jabal Rumat (selatan), maka celah itu terletak
300-an meter dari areal perang, ke arah utara, mendaki salah satu
punggung Gunung. Posisinya di balik deretan rumah pemukiman penduduk.
Jamaah yang hendak masuk celah itu harus mendaki setinggi 25 meter.
Sebaiknya tak pakai sepatu atau sandal yang licin, karena bisa
terpeleset. Pintu celah itu hanya selebar 50 cm, setinggi 2 meteran.
Panjang gua itu hanya 2 meteran. Kapasitasnya hanya bisa dimasuki 3 – 4
orang. Di mulut celah itu terdapat pagar batu yang melingkari halaman
gua, cocok buat tempat duduk mereka yang mau beristirahat melepas lelah.
Di sekitar celah itu banyak berkeliaran kambing. Akibatnya, banyak
ceceran kotoran kambing. Di pintu celah, tebaran kotoran kambing lebih
banyak lagi, seperti sengaja ditaruh, yamg membuat orang segan masuk.
Semua tahu, orang Saudi kurang suka pada kunjungan ke tempat-tempat
macam ini, karena ditakutkan mendatangkan kemusyrikan. “Ada yang cerita,
pernah juga ditaruh kotoran manusia di pintu gua ini,” kata seorang
mukimin.
Saat Gatra mengunjungi tempat bersejarah itu, tiga jamaah asal
Sudan baru keluar dari celah. “Saya di dalam memperbanyak baca shalawat
Nabi, sampai seratus kali. Saya terharu pada perjuangan beliau,” ujar
salah seorang jamaah Sudah itu, dengan mimik sedih. “Saya juga
mengusap-usapkan kaus tangan dan topi saya ke dinding gua.” Entah
maksudnya apa.
Sementara lima jamaah asal Iran menunjukkan aksi lain. Mereka membawa
martil, lalu memukul-mukulkan martil ke diding batu. Rupanya, mereka
mengambil bongkahan batu buat kenang-kenangan. Ketika salah satu
bongkahan kecil batu itu diberikan ke Gatra, tercium semerbak
wangi dari batu itu. “Ini bukan karena diberi minyak wangi, ini bekas
wewangian yang dipakai Nabi,” ujar jamaah asal Iran itu dengan yakin.
“Peninggalan perjuangan Nabi ini harus membekas dalam jiwa kita,” ia
menambahkan dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Lalu masuk lagi rombongan asal Pakistan dan India. Pimpinan rombongan
itu, Ahmad, punya versi sendiri tentang celah itu. “Ketika Nabi
bersembunyi ke tempat ini, semula gua ini tak ada. Lalu batu ini
tiba-tiba membelah, membentuk gua kecil, mempersilakan Nabi
bersembunyi,” katanya. Dari mana rujukan cerita itu? “Banyak buku
sejarah yang menjelaskan,” katanya.
Gatra lalu masuk gua itu bersama Ahmad. Di dalam gua, memang
terdapat bagian batu, bila dicium, baunya wangi. “Ini sisa wangi parfum
Nabi. Bayangkan, sudah 1.400 tahun, baunya masih terasa,” katanya. Dia
mengaku sudah tiga kali ke gua ini. Dengan berkunjung ke sini, ia bisa
merasakan betul betapa berat perjuangan Nabi dalam menyebarkan Islam.
Bila para tamu dari berbagai negara itu amat menghayati makna
kesejarahan gua ini, sikap berbeda ditunjukkan sopir yang mengantarkan
jamaah asal Iran. Ia orang Saudi, dan menunjukkan pandangan khas Saudi.
Yakni tidak begitu menghargai petilasan sejarah, sebagai cerminan
kehati-hatian berlebihan akan kultus dan syirik.
“Tak seorang pun tahu, apakah betul ini tempat Nabi bersembunyi,” katanya di depan mulut gua kepada Gatra sambil geleng-geleng kepala. “Wallahu A’lam, hanya Allah yang tahu. Saya nggak
ngerti, kenapa orang-orang harus repot-repot naik ke sini. Petilasan
Uhud yang jelas adalah makam syuhada Uhud, itu saja, selesai.” Ia terus
nyerocos menjelaskan pandangannya, sambil terus geleng-geleng kepala
melihat orang-orang Iran yang asik tak tok tak tok .. Memukul-mukul
dinding gua. [ASK]
Madinah, 21 Desember 2006
No comments:
Post a Comment