Kekuatan Tasbih dan Aayaat asy-Syifaa
Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs
7 Desember 2012 Burton, Michigan
Khotbah Jumat di Masjid As-Siddiq
Wahai Muslim dan Mukmin! Allah (swt) menciptakan
segala sesuatu dan memerintahkan mereka untuk bertasbih, artinya
mengucapkan, “SubhaanAllah wa ‘l-hamdulillah wa laa ilaaha illa-Llah Allahu Akbar,” atau pujian apapun kepada Allah (swt) melalui Asmaul Husna wal Sifat-Nya.
Allah (swt) berfirman,
أَنَا جَلِيْسُ مَنْ ذَكَرَنِي
Anaa jaliisu man dzakaranii.
Aku duduk bersama orang yang mengingat-Ku. (Ahmad, Bayhaqi)
Jadi, mengingat Allah (swt) secara terus-menerus merupakan
suatu keharusan setiap saat dalam kehidupan kita! Allah (swt) membuat
segala sesuatu bertasbih dan keberadaan setiap elemen atau unsur adalah
melalui tasbihnya, dan tidak ada yang mengetahui (tasbihnya) kecuali
unsur itu sendiri. Demikian pula, Allah (swt) menciptakan kita dari
berbagai unsur di dalam tubuh kita, masing-masing melakukan tasbihnya
sendiri dan melakukan fungsinya di dalam tubuh melalui tasbih itu.
Tetapi kita berjuang melawan kejahatan, berjuang untuk
melalukan yang baik dan menghindari yang buruk, dan karena kita berada
di tempat transisi itu, kita tidak dapat mendengar tasbih dari tubuh
kita (yang secara konstan mengingat Allah). Ketika salah satu bagian
tubuh sedang sakit, itu disebabkan adanya perubahan di dalam tasbihnya
yang membuatnya sakit, dan untuk menyembuhkannya, kalian harus mengubah
tasbihnya, untuk menghilangkan penyakit itu dari tubuh. Nabi (saw)
menyebutkan tentang ruqya, tawiiz, hijab, atau apapun kalian ingin menyebutkannya, yaitu untuk dibaca dan Aayaat asy-Syifaa’, enam ayat di dalam kitab suci al-Qur’an untuk menyembuhkan penyakit.[1]
Nabi (saw) bersabda bahwa Surat al-Fatihah limaa quriyat lah, “Surat al-Fatihah
dibaca untuk apa saja, ia akan menyembuhkan yang sakit,” dan membuat
panjang umur melalui tasbih itu, yang kita lakukan (tanpa sengaja) dan
kita tidak merasakannya. Kita katakan bahwa tubuh kita bertasbih karena
segala sesuatu di alam semesta ini bertasbih dan kita adalah bagian
dari alam semesta ini, sebagaimana firman Allah (swt) di dalam kitab
suci al-Qur’an:
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ
Wa in min syay'in illa yusabihu bihamdih.
Dan tidak ada apapun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya! (Surat al-'Israa, 17:44)
Segala sesuatu bertasbih, tetapi kita tidak bisa memahami atau mendengarnya karena nafsu fisik kita, nafs/ego
menguasai kita di dunia dan kekuasaannya mengalahkan sisi baik kita.
Allah (swt) ingin agar kita keluar dari kekuasaan ego yang buruk dan
mengubahnya menjadi penguasaan oleh sisi baik kita.
Bukti bagi hal ini ada di dalam hadits dari Abu Dzarr al-Ghifar (ra):
في حديث أبي ذر قال تناول رسول الله صلى الله عليه وسلم سبع
حصيات فسبحن في يده حتى سمعت لهن حنينا ثم وضعهن في يد أبي بكر فسبحن ثم
وضعهن في يد عمر فسبحن ثم وضعهن في يد عثمان فسبحن أخرجه البزار والطبراني
في الأوسط وفي رواية الطبراني فسمع تسبيحهن من في الحلقة وفيه ثم دفعهن
إلينا فلم يسبحن مع أحد منا
Tanawala an-Nabi (saw) saba` hashaayaat, fa sabahna fi yaddih, hatta sami`ta lahu haniinan, tsumma wadha`hunna fii yad Abi Bakrin fasabihna tsumma wadh`ahunna fii yad `Umar fasabahna tsumma wadha`ahunna fii yadi `Utsmaan fa sabahna fasama`a tasbiihihinna man fi’l-halaqata wa fiihi tsumma dafa`hunna ilaynaa falam yusabihna ma` ahadun minnaa.
Nabi (saw) mengambil tujuh butir batu, hasaayaat dengan tangan
sucinya, dan mereka (batu-batu itu) bertasbih, mengagungkan Allah
(swt) di tangannya, dan kami dapat mendengar tasbih mereka. Aku
mendengar suaranya yang merdu dengan kerinduan (dengan kecintaan pada
Nabi [saw] dan kerinduan dengan kecintaan pada Allah [swt]).
Kalian lihat bagaimana mereka dulu hidup? Tidak seperti
sekarang, kita duduk dan salat di atas karpet lalu kalian melangkah
keluar dan melihat rumput yang dipangkas rapi dan jalan yang bagus
aspalnya. Dulu hanya ada jalan kecil dan gang di antara rumah-rumah,
dan semuanya dipenuhi kerikil kecil. Nabi (saw) duduk bersama para
Sahabat dan beliau (saw) mengambil tujuh butir batu dari lantai, yang
artinya beliau (saw) sedang duduk di suatu tempat, mungkin di sebuah
rumah, dan tidak ada apa-apa (di bawah mereka) kecuali kerikil. Apakah
kalian duduk di atas kerikil sekarang? Kaki kalian akan terasa nyeri,
tetapi mereka duduk di atas kerikil!
Dan Allah (swt) berfirman bahwa segala sesuatu bertasbih, tetapi
kalian tidak dapat mendengarnya, tetapi ketika batu-batu itu berada di
dalam tangan yang suci (dari Nabi (saw)), para Sahabat (ra) dapat
mendengarnya!
Batu-batu itu bukan hanya memuji Allah (swt) dan bertasbih,
tetapi mereka juga merindukan Nabi (saw), untuk berada di tangannya,
bukan di lantai. Dan setiap sel dari tubuh kita juga bertasbih, tetapi
kita terhalang untuk mendengar tasbih mereka dan oleh sebab itu kita
perlu bekerja untuk membersihkan diri kita dari segala gangguan yang
membuat kita tidak bisa mendengar tasbih batu-batuan atau tubuh kita.
Dan hadits itu berlanjut:
Kemudian beliau (saw) meletakkan ketujuh batu itu ke tangan
Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (ra) dan mereka memuji Allah (swt) di
tangan Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq (ra).
Ia mengetahui karena ia mendengar tasbih di tangan Sayyidina
Abu Bakr ash-Shiddiq (ra), tetapi ia tidak mengatakan bahwa mereka
‘rindu’. Kerinduan itu adalah adab, artinya batu-batu itu juga
mempunyai adab! Kita harus belajar tentang adab, artinya ketika Nabi
(saw) hadir, pandangan kalian hanya tertuju pada Nabi (saw), bukan yang
lain di dalam masjid atau majelis itu.
Jadi adab di dalam sebuah masjid adalah ketika guru telah
hadir, kalian tidak berhak untuk memandang orang lain, kalau tidak
kalian akan mengganggu pelajaran bila kalian melihat seseorang yang
datang ke pintu. Oleh sebab itu, ketika guru kalian sedang memberi
pelajaran, kalian tidak boleh memandang yang lain, bahkan ke arah
pintu. Batu-batu tadi memperlihatkan kerinduannya ketika mereka berada
di tangan Nabi (saw), tetapi ketika berada di tangan Sayyidina Abu Bakr
ash-Shiddiq (ra) mereka bertasbih, tetapi tidak mempunyai kerinduan.
“Kemudian beliau (saw) meletakkannya ke tangan
Sayyidina `Umar (ra), dan serupa halnya, mereka juga bertasbih dan
beliau (saw) meletakkannya ke tangan `Utsmaan (ra), dan serupa juga
mereka bertasbih memuji Allah (swt).” (Bazzaar dan at-Tabarani).
Ia tidak mengatakan jenis tasbihnya, barangkali ‘subhaanAllah’ atau ‘alhamdulillah’ atau ‘laa ilaaha illa-Llah’ atau ‘Allahu Akbar.’
Dan dalam riwayat yang lain, hadits itu berlanjut:
Pada saat itu semua orang yang berada di sekeliling itu dapat
mendengar tasbih (batu-batu itu). Lalu Nabi (saw) mengambilnya dari
tangan Sayyidina `Utsmaan dan memberikannya ke tangan seorang Sahaabah,
tetapi tidak ada yang dapat mendengar tasbih mereka saat itu dan
mereka tidak bertasbih dengan suara keras ketika diletakkan di tangan
Sahabat yang lain.
Jadi batu-batu kerikil itu melakukan tasbih dengan suara keras
ketika berada di tangan Nabi (saw), Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq
(ra), Sayyidina `Umar (ra) dan Sayyidina `Utsmaan (ra), kemudian ketika
Nabi (saw) meletakannya ke tangan Sahabat yang lain, mereka tidak
bersuara. Sayyidina `Ali (ra) tidak hadir pada saat itu. Karena kita
bukan Sahabat dan mereka pun tidak bisa mendengar lagi suara tasbihnya,
bagaimana kita bisa mendengar tasbih dari tubuh kita? Ada masalah di
sini: kita tidak bisa mendengar. Jadi untuk mengatasi masalah itu,
kita harus melakukan tasbih dalam hati (diam) dan dengan lidah (suara
keras) karena dengan demikian Allah akan mengaruniai tubuh kalian untuk
lebih banyak bertasbih dan secara perlahan Allah akan membukakan bagi
kita untuk dapat mendengarnya! Itulah sebabnya Nabi (saw) bersabda
bahwa Allah (swt) berfirman,
من عادا لي وليا فقد آذنته بالحرب
Man `adaa lii waliyyan faqad aadzantahu bi ’l-harb.
Barang siapa yang menentang wali-Ku, Aku nyatakan perang terhadapnya. (Hadits Qudsi; Bukhari dari Abu Hurayrah)
Dan Allah (swt) berfirman:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
إن الله قال من عادى لي وليا فقد آذنته بالحرب وما تقرب إلي
عبدي بشيء أحب إلي مما افترضت عليه وما يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى
أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي
يبطش بها ورجله التي يمشي بها وإن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه
وما ترددت عن شيء أنا فاعله ترددي عن نفس المؤمن يكره الموت وأنا أكره
مساءته
ولا يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره
الذي يبصر به، ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها،
Man `adaa lii waliyan faqad aadzantahu bi ’l-harb wa maa taqarraba ilayya `abdii bi-syayy’in ahabba ilayya mimmaa ’ftaradhtu `alayhi wa maa yazaalu `abdii yataqarabu ilayya bi’ n-nawaafil hatta uhibbah. Fa idzaa ahbaabtahu
kuntu sama`uhulladzii yasma`u bihi wa basharahulladzii yubshiru bihi,
wa yadahulladzii yabthisyu bihaa wa rijlahullatii yamsyii bihaa.
Barang siapa menentang seorang Wali-Ku, sesungguhnya Aku
menyatakan perang terhadapnya. Dan hamba-Ku tidak akan berhenti
mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang telah
Kuwajibkan atas mereka, dan hamba-Ku tidak akan berhenti mendekati-Ku
melalui ibadah sunnah (nawafil) sampai Aku mencintainya. Ketika Aku
mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar,
penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia
melakukan sesuatu, dan kakinya yang dengannya ia berjalan (dan dalam
versi lain termasuk juga, “dan lidahnya yang dengannya ia berbicara”). (Hadits Qudsi, Bukhari)
Jadi, jika kita melakukan tasbih lebih banyak secara sukarela, kita akan mencapai level itu.
Dan di dalam hadits lain dari Imam Bukhari sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Mas`uud:
كنا نأكل مع النبي صلى الله عليه وسلم الطعام ونحن نسمع تسبيح الطعام
Kunna naakul ma` an-Nabi (saw) ath-tha`am, wa nahnu nasma` tasbiih ath-tha`m.
Kami duduk dengan Nabi (saw) untuk makan dan kami mendengar makanan itu bertasbih dan bershalawat atas Nabi (saw).
Meskipun ia dimasak dalam api, makanan itu tetap bertasbih! Jika
dipanaskan dengan api, ia terbakar, dan jika dididihkan seluruh
rasanya akan berubah, tetapi ia tetap bertasbih. Jadi bagaimana dengan
tubuh kita? Apakah mereka bertasbih? Ya, tetapi kita tidak
mendengarnya. Jadi semoga Allah (swt) mengampuni kita dan memberkati
semua Mukmin dan Muslim di seluruh dunia, apapun latar belakang mereka.
(Du`a.)
(Salaat al-Jumu`ah.)
http://sufilive.com/The_Stones_Made_Tasbeeh-4726.html
No comments:
Post a Comment