Shuhba Sayyidi Mawlana Syekh Hisyam Kabbani mengenai bintang-gemintang yang diciptakan untuk melambangkan manusia.
“Hari ini saya bertemu dengan seorang fisikawan yang bekerja di bidang ruang angkasa, yang mengatakan bahwa ia “menimbang bobot dari bintang-gemintang.” Saya bertanya padanya, bagaimana ia menimbang bobot bintang-gemintang itu, apakah dengan timbangan? Ia berkata, “Dengan cahaya mereka,” karena setiap bintang memancarkan cahaya. Lalu saya menyebutkan bahwa beberapa bintang berukuran lebih kecil, tetapi mereka memancarkan lebih banyak cahaya. Ia berkata, “Ya, itu benar, dan beberapa bintang yang berukuran lebih besar dapat memancarkan cahaya lebih sedikit.” Pembicaraan kami berakhir di sana, karena itu bukanlah tempat untuk memberikan shuhba. Pada hakikatnya, Allah (swt) menciptakan bintang-gemintang untuk melambangkan manusia. Setiap orang mempunyai bintang yang berhubungan dengan mereka dan kalian tidak dapat menemukan dua orang dengan bintang yang sama. Allah (swt) memuliakan setiap manusia dengan sebuah bintang yang khas dengan hakikatnya sendiri, sebagaimana kita mengetahui dari ayat:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Wa laqad karamnaa Bani Adam.
Kami telah memuliakan Bani Adam. (Surat al-Israa, 17:70)
“Kami telah memuliakan manusia,” ini bisa mempunyai banyak penafsiran, dan manusia tidak mempunyai kapasitas untuk sungguh memahami kemuliaan yang diberikan Allah kepada mereka, karena Allah (swt) memberi sesuai dengan Kebesaran-Nya yang tidak dapat diukur atau digambarkan, jadi apapun yang kalian pahami, makna sesungguhnya adalah lebih tinggi. Seseorang yang diciptakan tidak dapat memahami Penciptanya karena apapun yang kalian pahami, itu berada dalam batasnya. Jadi menurut tafsir yang dikirimkan oleh Mawlana Syekh Nazim (q) kepada kita, Allah (swt) memuliakan setiap orang dengan sebuah bintang khusus yang memancarkan cahaya dan ini berhubungan dengan Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-mashaabiiha:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-mashaabiiha wa ja`alnaahaa rujuuman li ’sy-syayaathiini wa `atadnaa lahum `adzaaba s-sa`iir.
Dan Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Surat al-Mulk, 67:5)
Allah (swt) berfirman, “Kami telah menghiasi level pertama dari alam semesta ini, as-samaa’ ad-dunya,” Dia tidak mengatakan, “jannat ad-dunya” atau, “jannat al-akhirah,” tetapi Dia mengatakan, “samaa’,” yang artinya ada level-level dalam alam semesta ini. Para ilmuwan telah menemukan level-level ini dan mereka mengerti sedikit mengenai hal ini sekarang. Allah berfirman, “as-samaa’ ad-dunya,” “Level terdekat dengan dunia,” dan Allah (swt) menghiasinya dengan bintang-gemintang. Wa ja`alnaahaa rujuuman lisy-syayaathiini, “Kami menjadikannya untuk melempar syayaathiin (setan-setan).” Allah (swt) menjadikan bintang-gemintang ini sebagai pelempar (setan). Siapa yang Allah jadikan sebagai pelempar setan dengan batu-batuan? Orang-orang yang melaksanakan haji! Ini artinya bahwa Allah memerintahkan orang yang pergi haji untuk menjadi bintang pelempar setan, bagi alam semesta ini dan bagi umat manusia. Setiap batu yang kalian lempar, dan kalian melempar 7 butir batu pada saat haji menandakan bahwa kalian adalah sebuah bintang yang cahayanya menghiasi langit pada level pertama, samaa’ ad-dunya. Itulah kemuliaan yang Allah (swt) berikan kepada kalian dan kepada setiap orang, jadi jika kalian ingin mencapai kemuliaan itu, lakukan ibadah haji paling tidak sekali seumur hidup dan itu akan membuka hakikat yang membuat bintang kalian menjadi bintang pelempar setan!
Itu adalah kemuliaan yang Allah (swt) berikan kepada Muslim, bukan hanya kepada siapa saja. Dan di atas itu, orang yang menunaikan ibadah haji tidak melempar setan dengan bintang itu, tetapi cahayanya seperti peluru merah yang bergerak ke langit. Imam as-Suyuti (r) berkata di dalam tafsir Surat al-Fil bahwa setiap burung membawa tiga butir batu, satu di paruhnya, dan dua di dalam cakarnya, dan ketika mereka melemparkan kerikil itu, mereka bergerak dengan kecepatan tinggi yang membuat mereka terlihat seperti merah, batu berputar yang terlempar dari gunung meletus. Saya telah menjelaskan sebelumnya bahwa batu-batu ini terlihat seperti peluru merah yang panas yang muncul sebagai cahaya ketika mereka ditembakkan pada waktu malam. Jadi barang siapa yang menunaikan haji dan melempar kerikil mereka pada setan besar, Iblis, kehormatan itu diberikan kepada mereka oleh Allah (swt).”
“Today I met a physicist who works in the space field, who said she “weighs the stars.” I asked her how does she weigh stars, with a scale? She said, “By their light,” as every star emits light. Then I mentioned some stars are smaller but they emit more light. She said, “Yes, that is true, and some of the bigger stars emit less light.” Our conversation ended there, because it wasn’t a place to give a suhbah. In reality, Allah (swt) created the stars to represent human beings. Everyone has a star that corresponds to them and you can’t find two human beings with the same star. Allah (swt) honored every human being with a unique star with his own reality, as we know from the verse:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Wa laqad karamnaa Bani Adam.
We have honored the Children of Adam. (Surat al-Israa, 17:70)
“We have honored the human being,” can have an infinite number of interpretations, and human beings have no capacity to really understand the honor given to them because Allah (swt) gives according to His Greatness that cannot be measured or described, so no matter what you understand, the real meaning is higher. A created person cannot understand the Creator because whatever you understand is within limits. So according to the interpretations that Mawlana Shaykh Nazim (q) is sending us, Allah (swt) honored everyone with a specific star that emits light and this corresponds to, Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-masaabeeha:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-masaabeeha wa ja`alnaahaa rujooman li ’sh-shayaateeni wa `atadnaa lahum `adhaaba s-sa`eer.
And we have (from old) adorned the lowest Heaven with lamps, and We have made such (lamps) (as) missiles to drive away the evil ones, and have prepared for them the penalty of the blazing Fire. (Surat al-Mulk, 67:5)
Allah (swt) said, “We have decorated the first level of this universe, as-samaa’ ad-dunya,” He didn’t say, “jannat ad-dunya” or, “jannat al-akhirah,” but He said, “samaa’,” which means there are levels in the universe. Scientists have found levels and they now understand this a little. He said, as-samaa’ ad-dunya, “the nearest level to dunya,” and Allah (swt) decorated it with stars. Wa ja`alnaahaa rujooman lish-shayaateeni, “We made it for stoning (pelting) the shayaateen.” Allah (swt) made these stars for pelting. Who did Allah make to pelt shayaateen with stones? The people who go to Hajj! This means that Allah ordered the people who went on Hajj to be shooting stars against Shaytan, for the universe and for humanity. Every stone you throw, and you throw seven stones on Hajj, is an indication that you are a star whose light decorates the first level of the sky, samaa’ ad-dunya. That is Allah’s (swt) honor for you and everyone, so if you want to reach that honor, go on Hajj at least once in your lifetime and it will open the reality that makes your star a shooting star on devils!
That is an honor that Allah (swt) gave to Muslims, not just to anyone. And on top of that, the one who makes Hajj doesn’t shoot devils with that star, but its light is like a red bullet moving in the skies. Imam as-Suyuti (r) said in his Tafseer Surat al-Fil that each of the birds carried three stones, one in his beak and two in his claws, and when they threw their pebbles they traveled at a high speed that made them like red, spinning stones shooting from a volcano. I have explained before that these stones look like red-hot bullets that appear as lights when they are shot at night. So whoever goes on Hajj and shoots their pebbles on the big Shaytan, Iblees, that honor is given to them by Allah (swt).”
Al Fatiha
© Sufilive.com
“Hari ini saya bertemu dengan seorang fisikawan yang bekerja di bidang ruang angkasa, yang mengatakan bahwa ia “menimbang bobot dari bintang-gemintang.” Saya bertanya padanya, bagaimana ia menimbang bobot bintang-gemintang itu, apakah dengan timbangan? Ia berkata, “Dengan cahaya mereka,” karena setiap bintang memancarkan cahaya. Lalu saya menyebutkan bahwa beberapa bintang berukuran lebih kecil, tetapi mereka memancarkan lebih banyak cahaya. Ia berkata, “Ya, itu benar, dan beberapa bintang yang berukuran lebih besar dapat memancarkan cahaya lebih sedikit.” Pembicaraan kami berakhir di sana, karena itu bukanlah tempat untuk memberikan shuhba. Pada hakikatnya, Allah (swt) menciptakan bintang-gemintang untuk melambangkan manusia. Setiap orang mempunyai bintang yang berhubungan dengan mereka dan kalian tidak dapat menemukan dua orang dengan bintang yang sama. Allah (swt) memuliakan setiap manusia dengan sebuah bintang yang khas dengan hakikatnya sendiri, sebagaimana kita mengetahui dari ayat:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Wa laqad karamnaa Bani Adam.
Kami telah memuliakan Bani Adam. (Surat al-Israa, 17:70)
“Kami telah memuliakan manusia,” ini bisa mempunyai banyak penafsiran, dan manusia tidak mempunyai kapasitas untuk sungguh memahami kemuliaan yang diberikan Allah kepada mereka, karena Allah (swt) memberi sesuai dengan Kebesaran-Nya yang tidak dapat diukur atau digambarkan, jadi apapun yang kalian pahami, makna sesungguhnya adalah lebih tinggi. Seseorang yang diciptakan tidak dapat memahami Penciptanya karena apapun yang kalian pahami, itu berada dalam batasnya. Jadi menurut tafsir yang dikirimkan oleh Mawlana Syekh Nazim (q) kepada kita, Allah (swt) memuliakan setiap orang dengan sebuah bintang khusus yang memancarkan cahaya dan ini berhubungan dengan Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-mashaabiiha:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-mashaabiiha wa ja`alnaahaa rujuuman li ’sy-syayaathiini wa `atadnaa lahum `adzaaba s-sa`iir.
Dan Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Surat al-Mulk, 67:5)
Allah (swt) berfirman, “Kami telah menghiasi level pertama dari alam semesta ini, as-samaa’ ad-dunya,” Dia tidak mengatakan, “jannat ad-dunya” atau, “jannat al-akhirah,” tetapi Dia mengatakan, “samaa’,” yang artinya ada level-level dalam alam semesta ini. Para ilmuwan telah menemukan level-level ini dan mereka mengerti sedikit mengenai hal ini sekarang. Allah berfirman, “as-samaa’ ad-dunya,” “Level terdekat dengan dunia,” dan Allah (swt) menghiasinya dengan bintang-gemintang. Wa ja`alnaahaa rujuuman lisy-syayaathiini, “Kami menjadikannya untuk melempar syayaathiin (setan-setan).” Allah (swt) menjadikan bintang-gemintang ini sebagai pelempar (setan). Siapa yang Allah jadikan sebagai pelempar setan dengan batu-batuan? Orang-orang yang melaksanakan haji! Ini artinya bahwa Allah memerintahkan orang yang pergi haji untuk menjadi bintang pelempar setan, bagi alam semesta ini dan bagi umat manusia. Setiap batu yang kalian lempar, dan kalian melempar 7 butir batu pada saat haji menandakan bahwa kalian adalah sebuah bintang yang cahayanya menghiasi langit pada level pertama, samaa’ ad-dunya. Itulah kemuliaan yang Allah (swt) berikan kepada kalian dan kepada setiap orang, jadi jika kalian ingin mencapai kemuliaan itu, lakukan ibadah haji paling tidak sekali seumur hidup dan itu akan membuka hakikat yang membuat bintang kalian menjadi bintang pelempar setan!
Itu adalah kemuliaan yang Allah (swt) berikan kepada Muslim, bukan hanya kepada siapa saja. Dan di atas itu, orang yang menunaikan ibadah haji tidak melempar setan dengan bintang itu, tetapi cahayanya seperti peluru merah yang bergerak ke langit. Imam as-Suyuti (r) berkata di dalam tafsir Surat al-Fil bahwa setiap burung membawa tiga butir batu, satu di paruhnya, dan dua di dalam cakarnya, dan ketika mereka melemparkan kerikil itu, mereka bergerak dengan kecepatan tinggi yang membuat mereka terlihat seperti merah, batu berputar yang terlempar dari gunung meletus. Saya telah menjelaskan sebelumnya bahwa batu-batu ini terlihat seperti peluru merah yang panas yang muncul sebagai cahaya ketika mereka ditembakkan pada waktu malam. Jadi barang siapa yang menunaikan haji dan melempar kerikil mereka pada setan besar, Iblis, kehormatan itu diberikan kepada mereka oleh Allah (swt).”
“Today I met a physicist who works in the space field, who said she “weighs the stars.” I asked her how does she weigh stars, with a scale? She said, “By their light,” as every star emits light. Then I mentioned some stars are smaller but they emit more light. She said, “Yes, that is true, and some of the bigger stars emit less light.” Our conversation ended there, because it wasn’t a place to give a suhbah. In reality, Allah (swt) created the stars to represent human beings. Everyone has a star that corresponds to them and you can’t find two human beings with the same star. Allah (swt) honored every human being with a unique star with his own reality, as we know from the verse:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Wa laqad karamnaa Bani Adam.
We have honored the Children of Adam. (Surat al-Israa, 17:70)
“We have honored the human being,” can have an infinite number of interpretations, and human beings have no capacity to really understand the honor given to them because Allah (swt) gives according to His Greatness that cannot be measured or described, so no matter what you understand, the real meaning is higher. A created person cannot understand the Creator because whatever you understand is within limits. So according to the interpretations that Mawlana Shaykh Nazim (q) is sending us, Allah (swt) honored everyone with a specific star that emits light and this corresponds to, Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-masaabeeha:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاء الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Wa laqad zayyanna as-samaa’ ad-dunya bi-masaabeeha wa ja`alnaahaa rujooman li ’sh-shayaateeni wa `atadnaa lahum `adhaaba s-sa`eer.
And we have (from old) adorned the lowest Heaven with lamps, and We have made such (lamps) (as) missiles to drive away the evil ones, and have prepared for them the penalty of the blazing Fire. (Surat al-Mulk, 67:5)
Allah (swt) said, “We have decorated the first level of this universe, as-samaa’ ad-dunya,” He didn’t say, “jannat ad-dunya” or, “jannat al-akhirah,” but He said, “samaa’,” which means there are levels in the universe. Scientists have found levels and they now understand this a little. He said, as-samaa’ ad-dunya, “the nearest level to dunya,” and Allah (swt) decorated it with stars. Wa ja`alnaahaa rujooman lish-shayaateeni, “We made it for stoning (pelting) the shayaateen.” Allah (swt) made these stars for pelting. Who did Allah make to pelt shayaateen with stones? The people who go to Hajj! This means that Allah ordered the people who went on Hajj to be shooting stars against Shaytan, for the universe and for humanity. Every stone you throw, and you throw seven stones on Hajj, is an indication that you are a star whose light decorates the first level of the sky, samaa’ ad-dunya. That is Allah’s (swt) honor for you and everyone, so if you want to reach that honor, go on Hajj at least once in your lifetime and it will open the reality that makes your star a shooting star on devils!
That is an honor that Allah (swt) gave to Muslims, not just to anyone. And on top of that, the one who makes Hajj doesn’t shoot devils with that star, but its light is like a red bullet moving in the skies. Imam as-Suyuti (r) said in his Tafseer Surat al-Fil that each of the birds carried three stones, one in his beak and two in his claws, and when they threw their pebbles they traveled at a high speed that made them like red, spinning stones shooting from a volcano. I have explained before that these stones look like red-hot bullets that appear as lights when they are shot at night. So whoever goes on Hajj and shoots their pebbles on the big Shaytan, Iblees, that honor is given to them by Allah (swt).”
Al Fatiha
© Sufilive.com
No comments:
Post a Comment