Thursday, June 21, 2012

Ibadah Khusus Pada Hari-Hari Besar

Muslim Sufi : Ibadah Khusus Pada Hari-Hari Besar

Ibadah Khusus pada Hari-Hari Besar
Maulana Syaikh Adnan Kabbani
dalam Futuhat al-Haqqaniyya


Di bulan Rajab dan Sya’ban seseorang sebaiknya berpuasa:
a. Setiap hari senin dan kamis, atau
b. Setiap hari

Dalam Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad dinyatakan bahwa ‘Utsman Ibnu Hakim al-Ansari berkata, “Aku bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubayr mengenai puasa di bulan Rajab, kemudian kami sampai pada bulan itu, di mana beliau berkata, ‘Aku dengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah biasa berpuasa secara kontinu sehingga kami berpikir bahwa beliau tidak pernah menghentikannya dan di lain waktu beliau tidak berpuasa berhari-hari sehingga kami berpikir bahwa beliau tidak akan berpuasa lagi.”
Jika seseorang berpuasa setiap hari Senin dan Kamis maka orang itu juga harus berpuasa pada hari ke-15 setiap bulannya dan juga pada 26-27 Rajab. (sangat dianjurkan untuk berpuasa pada hari-hari ‘putih’ setiap bulan, yang jatuh pada hari ke-13, 14, dan 15). Ini hanyalah petunjuk secara umum, bila ada keraguan sebaiknya dikonsultasikan dengan seseorang yang ahli dalam syari’ah.

Laylatu l-‘Israa’ (27 Rajab)

Malam 27 Rajab adalah Malam Kenaikan Rasulullah e. Antara Maghrib dan ‘Isya dianjurkan untuk melakukan ibadah sebagai berikut:
a.Shalat 20 rakaat, 2-2 atau 4-4, setiap rakaat dibaca surat al-Ikhlash 20 kali.
b.Setelah selesai melaksanakan 20 rakaat, bacalah istighfar 100 kali dengan suara keras.
c.Dilanjutkan dengan shalawat 100 kali dengan suara keras.

Laylatu l-Baraa’ah (15 Sya’ban)

Rasulullah saw bersabda, “Allah melihat ciptaan-Nya pada malam pertengahan Sya’ban dan Dia mengampuni semua ciptaan-Nya kecuali orang musyrik (menyekutukan Tuhan) dan musyahin (orang yang penuh kebencian).” ‘A’isya berkata, “Rasulullah berdiri dalam shalatnya selama separuh malam dan melakukan sujud yang begitu lama hingga aku mengira nyawanya telah dicabut. Lalu aku bermaksud untuk menggerakkan tumitnya, seketika beliau pun bergerak, jadi aku mundur. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari posisi sujud dan menyelesaikan shalatnya, beliau lalu berkata, “Yaa ‘A’isya y, Yaa Humayra! (si kecil yang pipinya merah) Apakah kamu pikir Nabi telah melanggar perjanjiannya denganmu?” ‘A’isya y lalu menjawab, “Tidak! Demi Allah Yaa Rasulullah , tetapi aku pikir nyawamu telah dicabut karena engkau sujud begitu lama.” Beliau membalas, “Apakah kamu tahu malam apakah sekarang?” “Allah dan Rasul-Nya Maha Tahu!”, jawabnya. Rasulullah lalu menjelaskan, “Ini adalah malam pertengahan Sya’ban! Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia melihat hamba-Nya pada malam ini. Dia memaafkan siapapun yang memohon ampun dan Dia memberikan rahmat kepada yang memintanya. Namun Allah akan menahannya terhadap pendengki dan orang-orang yang tidak mensyukuri keadaan mereka.” (Hadits riwayat Bayhaqi dalam Syu’ab al-Iman)

Al-Azhari menerangkan bahwa kalimat, ‘melanggar perjanjian denganmu’ merujuk kepada orang yang berkhianat kepada sahabatnya sehingga orang yang demikian ini tidak mendapatkan rahmat dari Allah. Bayhaqi menggarisbawahi bahwa hadits ini kehilangan salah satu mata rantainya sehingga dia menganggapnya sebagai hadits yang baik (hadha mursal jayyid). Mungkin karena al-‘Ala’ bin al-Harits mengambilnya dari Makhul, dan Allah Maha Tahu. Ini adalah malam ke-15 di mana rezeki kalian di tahun yang akan datang ditentukan pada hari ini dan malam ini merupakan malam yang penuh pengampunan.
Meskipun sebagian besar komentator hadits berpendapat bahwa “malam yang diberkati” dalam Surat ad-Dukhan ayat 3-6 merujuk kepada malam laylat al-Qadr yang jatuh di bulan Ramadhan, tetapi ada beberapa pendapat yang menyatakan malam itu juga bisa berarti malam pertengahan Sya’ban (laylat al-baraa’ah). Konsekuensinya syari’ah menganjurkan untuk mengistimewakan malam itu. Imam Suyuti berkata, “Bagi malam pertengahan Sya’ban terdapat penghargaan yang sangat besar dan sangat dianjurkan (mustahabb) untuk menghabiskan malam itu dengan kegiatan ibadah sunnat.”

Antara Maghrib dan ‘Isya, dibaca surat Yaa Siin sebanyak 3 kali, dengan niat sebagai berikut;
1. Untuk meningkatkan maqam atau posisi seseorang
2. Memohon diberikan rezeki atau dipenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Memohon perlindungan dari musuh.

Setelah shalat ‘Isya, dilakukan shalat yang menurut Syaikh 'Abdul Qadir al-Jilani k dalam kitabnya Al-Ghunyatu li-Taalibiyi l-Haqq disebut shalat Khair (untuk memperoleh keberuntungan). Jumlah rakaat dalam shalat tidak ditentukan, namun seseorang diharuskan untuk membaca surat al-Ikhlash sebanyak 300 kali atau 1000 kali secara keseluruhan. Ada yang mengerjakan shalat 40 rakaat dengan tiap rakaat dibaca surat al-Ikhlash sebanyak 25 kali. Maulana Syaikh Nazhim k sendiri mengerjakannya dengan 2-2-2 rakaat sampai mencapai 100 rakaat dan tiap rakaat dibaca surat al-Fatiha lalu dilanjutkan dengan al-Ikhlash sebanyak 10 kali. Meskipun demikian dapat juga dilakukan dengan mengkombinasikannya ke dalam empat, enam atau delapan rakaat dengan satu kali salam.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...