Thursday, June 21, 2012

Pekerjaan Ringan, Amal yang Berat

Muslimsufi : Pekerjaan Ringan, Amal yang Berat

Syaikh Muhammad Hisham Kabbani
Sohbet, 24 Februari 2002


Rasulullah bersabda, “Kalimataani khafiifataani ‘ala al-lisan thaqiilataan fil-miizan, subhanallah wa bihmdihi subhanallah il-‘adziim.”[1] [dan kita menambahkan ‘astaghfirullah’ di bagian akhirnya] “Dua frase yang ringan di lidah, akan tetapi berat dalam timbangan, Mahasuci Allah dan kepada-Nya segala puji, Mahasuci Allah Yang Maha Agung.” Ketika Allah bertanya kepadamu dan amalanmu ditimbang, sisi kanan timbangan menjadi sangat berat dengan dua frase tersebut.

Wahai umat Muslim! Jangan biarkan dirimu sibuk dengan urusan dunia. Jagalah frase ini dan ucapkanlan terus-menerus karena mereka akan menyelamatkanmu di hari Pembalasan kelak. Di hari itu Allah akan bertanya kepada hamba-Nya tentang apa yang telah mereka lakukan. Apakah kalian sudah membuat persiapan untuk hari itu?

Dewasa ini jika IRS, atau orang dari dinas pajak datang untuk menanyakan pendapatanmu, apa yang kalian lakukan? Kalian akan gemetar. Meskipun mungkin kalian tidak membuat suatu kesalahan. Atau muingkin kalian berbuat suatu kesalahan tanpa maksud buruk, tetapi tetap saja kalian gemetar.

Lupakan soal pajak pendapatan tadi—sekarang pikirkan tentang imigrasi. Bagi mereka yang tidak mempunyai paspor biru, petugas imigrasi akan bertanya kepada kalian dan tentu kalian akan gemetar—karena kalian tidak memiliki paspor. Para petugas melakukan pemeriksaan seperti biasa, jadi apa yang akan kalian lakukan? Jika saja kalian tidak bisa menunjukkan paspor, tentu mereka akan memulangkan kalian.

Apakah kita telah mempunyai paspor untuk ke Surga? Apakah kita telah mempunyai paspor hijau? Belum?

Tidak, kita tidak mempunyainya! Hanya ada 10 yang telah mempunyainya, al-‘ashara al mubashara—ada 10 sahabat yang telah diberikan kabar baik, sisanya kita belum tahu. Jika kita tidak mempunyai paspor dari Surga, itu berarti kita akan gemetar.

Mengapa kita takut dengan orang dari dinas pajak tadi, atau imigrasi, tetapi kita melupakan Tuhan kita? Melupakan bagaimana kita akan gemetar di hadapan-Nya kelak pada Hari Pembalasan. Jadi untuk menyelamatkan kita, Allah telah mengutus Rasulullah dengan maksud dan cara yang beragam, salah satunya yang diajarkan beliau adalah, “Kalimataani khafiifataani ‘ala al-lisan thaqiilataan fil-miizan, subhanallah wa bihmdihi subhanallah il-‘adziim.”

Wahai Muslimin! Frase itu sangatlah ringan di lidah, kita tidak perlu bekerja keras, “Subhanallah wa bihmdihi subhanallah il-‘adziim.”

Allah Mahabesar, Allah Mahatinggi. Frase ini akan menyelamatkanmu dari hukuman. Apakah kita akan mengerjakannya? Tidak? Mengapa? “Karena kita tidak mengetahuinya. Tidak ada satu pun yang memberi tahu kepada kita,” kata beberapa orang di antara mereka. Tetapi Rasulullah telah menyebutkannya. Jadi tugas kitalah untuk meneliti dan menemukannya, bukan hanya duduk dan tanpa melakukan apa-apa, menunggu datangnya makanan, kemudian makan dan kita pergi menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sia-sia. Sebagaimana kalian makan untuk kebutuhan jasmani, ada juga makanan untuk roh. “Subhanallah wa bihmdihi subhanallah il-‘adziim,” apakah semua orang mengerjakannya? Tidak, jangan bohong.

Kalian boleh membacanya setiap Subuh (sebagaimana Maulana mengerjakannya setiap hari) . Lakukanlah hal itu kapan saja setiap hari. Kelak itu akan meningkatkan amalanmu. Dia akan menyiapkan beberapa file bagimu. Jangan sampai pergi dengan tangan hampa.

Jika kalian akan diaudit oleh dinas pajak, kalian akan menyiapkan banyak file. Mereka akan bertanya kepadamu, “Bagaimana dengan pengeluaran ini?” dan kalian menjawab, “Ini dia, Aku mempunyai tanda terimanya untuk itu.” Kalian mempunyai catatan dan tanda terima dan segala bentuk dokumentasi untuk keperluan semacam ini. Apakah kalian telah menyiapkan suatu file untuk Akhirat? Demikiankah kalian—wahai orang terpelajar? Jangan pernah berpikir bahwa kalian telah mengetahui segala sesuatu.

Apapun yang kita kerjakan bahkan belum tentu diterima. Jangan menghitung berapa banyak yang telah kalian kerjakan. Itu adalah permainan ego. Cobalah untuk selalu berbuat lebih banyak lagi.

Sayyidina ‘Umar selalu mencoba agar setiap hari beliau mengerjakan sesuatu lebih banyak dari hari sebelumnya, sehingga hari berikutnya lebih baik daripada kemarin. Itulah cara agar kalian bisa menyelamatkan diri dengan baik.

Di dunia ini, apabila kalian memakan nasi atau daging, sama saja, keduanya akan memenuhi perut. Hal ini berarti jika kalian bisa menggenggam seluruh dunia ini, tidak akan ada manfaatnya. Tetapi Allah memberi banyak hal, sebaiknya bergembiralah dan bersyukurlah, dengan demikian Dia akan memberi lebih banyak lagi kepada kalian.

Tidak akan pernah terjadi—jika kalian berada di jalan Allah —kalian menemukan suatu hari yang penuh dengan kesulitan. Lain halnya jika kalian berada di jalan ego dan jalan Setan lalu, “Allahu Akbar!”—kalian akan selalu mendapat masalah.

Lihatlah pada binatang. Barangkali lebih banyak binatang daripada manusia. Apakah mereka mati kelaparan? Tidak, mereka makan. Mereka menemukan sesuatu—Allah memberi mereka. Mereka tidak berada di jalan Setan. Hidup mereka penuh dengan bertasbih. Ketika tasbih mereka berhenti, hidup mereka pun berakhir. Mereka tidak pernah mati karena kelaparan—Allah yang mengirimnya. Mereka akan menemukan sesuatu.

Tetapi ummat manusia tidak menyerah, mereka justru mengejar rizq—rezeki mereka. Jika kalian berada di jalan-Nya, Dia akan membukanya bagimu lebih, lebih dan lebih banyak lagi.

Saya pernah bersama Maulana Syaikh Nazim di Indonesia. Kami melintas begitu banyak perkampungan. Kami harus menempuh suatu perjalanan panjang menuju zawiya Syaikh Abah Anom . Kami melihat desa-desa yang terpencil, orang-orang tua yang berusia kira-kira 90 tahun, duduk di sawahnya. Mereka mempunyai sedikit nasi dan mereka meletakkannya di dalam selembar daun pisang dan mereka begitu bergembira, begitu puas dengan satu porsi nasi yang sedikit itu. Mereka mengucapkan, “Alhamdulillah, tanpa mengeluh.” Allah membuat mereka bahagia dengan sedikit nasi itu. Hidup mereka adalah surga bagi mereka. Mereka tidak menanggung suatu beban, mereka juga belajar untuk membuat sebuah rumah. Rumah mereka terbuat dari seng atau jerami dan batang bambu. Mereka bergembira. Dan ketika mereka meninggal mereka akan seperti raja di negeri yang lain. Ketika mereka meninggal dunia mereka akan sama keadaannya.

Dunia ini tidak akan membuatmu menjadi orang yang penting. Yang membuatmu penting adalah apa yang kalian perbuat selama hidupmu untuk akhirat. Dunia ini ada akhirnya. Kalian tidak bisa mengambil sesuatu darinya. Sekali pun hanya turban, atau pakaian, mereka melucuti semuanya darimu. Dan jika kalian mempunyai gigi emas, orang yang menguburmu akan membuka makam, siapa yang peduli padamu, kalian sudah meninggal, dia akan mengambil gigi itu dan menjualnya. Tidak hanya keramik yang mereka ambil, jadi tidak ada lagi bisnis bagi pengurus pemakaman ini.

Jadi apa yang kalian ambil dari dunia ini? Tidak ada. Jangan membuat dunia ini sebagai sesuatu yang paling kalian pikirkan—la taj’al ad-dunya akbara hammik. Lihatlah pada Fulan [saudara yang rendah hati dan sangat miskin] dia tidak peduli, dia sibuk menghitung cincinnya. Lihatlah padanya, dia bermain, dia tidak mendengar. Dia berserah diri. Dia akan makan jika ia mendapat makanan . Dia tidak peduli.

Jadilah orang tuli, bisu, buta. Jangan mendengar, melihat, jangan berbicara. Tetapkan hatimu bersama Allah. Kalian adalah Muslim. Menyerahlah kepada Allah . Jangan menyerah kepada Setan. Jangan keluar dari sini lalu mulai berkelahi. Jangan menjadi sombong. Jangan! Ingatlah kata-kata ini.

Allah mengutus Rasulullah dengan maksud dan cara yang beragam, salah satunya yang diajarkan beliau adalah, “Kalimataani khafiifataani ‘ala al-lisan thaqiilataan fil-miizan, subhanallah wa bihmdihi subhanallah il-‘adziim.” Bacalah frase ini terus-menerus. Kelak kalian akan memahaminya didalam kematian. Pada saat itu baru kalian akan ketahui, betapa berharganya frase tersebut.

Semoga Allah memaafkan kita. Semoga Dia memperlihatkan kembali Eid setelah Eid.
[1] Sahih Bukhari, volume 8, buku 78, #673. Diriwayatkan dari Abu Hurairah .

Wa min Allah at taufiq

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...